Kejar Jam Tayang

Jasaview.id

Menulis Ulang Sejarah Bumi

Penelitian yang dipimpin oleh Universitas Curtin telah menemukan bukti baru yang menunjukkan bahwa benua pertama di Bumi tidak dibentuk oleh subduksi dalam lingkungan lempeng tektonik modern seperti yang diperkirakan sebelumnya, dan sebagai gantinya mungkin diciptakan oleh proses yang sama sekali berbeda.

Diterbitkan dalam jurnal Geology, tim peneliti mengukur isotop besi dan seng dalam batuan yang bersumber dari Siberia tengah dan Afrika Selatan dan menemukan bahwa komposisi batuan ini mungkin telah terbentuk di lingkungan non-subduksi.

Penulis utama Dr Luc-Serge Doucet, dari Earth Dynamics Research Group di Curtin School of Earth and Planetary Sciences mengatakan, benua pertama terbentuk pada awal sejarah Bumi lebih dari tiga miliar tahun yang lalu, tetapi bagaimana mereka terbentuk masih terbuka untuk diperdebatkan .

"Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa superkontinen pertama terbentuk melalui subduksi dan lempeng tektonik, yaitu ketika lempeng bumi bergerak di bawah satu sama lain membentuk gunung dan lautan," kata Dr Doucet.

"Penelitian kami menemukan bahwa susunan kimiawi dari fragmen batuan tidak konsisten dengan apa yang biasanya kita lihat ketika subduksi terjadi. Jika benua terbentuk melalui subduksi dan lempeng tektonik, mestinya rasio isotop besi dan seng menjadi sangat baik. Tetapi analisis kami malah menemukan rasio isotop mirip dengan yang ditemukan pada batuan non-subduksi. "

Dr Doucet mengatakan tim menggunakan teknik yang relatif baru yang dikenal sebagai metode isotop stabil non-tradisional, yang telah digunakan untuk menunjukkan proses yang membentuk batuan kontinental dan mantel.

"Penelitian kami menyediakan teori baru, tetapi tidak diketahui tentang bagaimana benua bumi terbentuk lebih dari tiga miliar tahun yang lalu. Penelitian lebih lanjut akan diperlukan untuk menentukan apa penjelasan yang tidak diketahui itu," kata Dr Doucet.

Penelitian ini ditulis bersama oleh para peneliti dari Curtin Earth Dynamics Research Group, Université Libre de Bruxelles di Belgia, Institut Geokimia dan Petrologi di Swiss, dan Université de Montpellier di Prancis.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.